Minggu, 23 Mei 2010

MEREDAM EMOSI PADA ANAK

BUKAN hanya orang dewasa saja yang bisa mengalami ledakan emosi. Namun anak-anak bahkan balita pun bisa mengalaminya. Bagaimana mengatasinya? Temper tantrum begitulah sebutan ledakan emosi yang terjadi pada anak-anak. Biasanya ledakan emosi tersebut diungkapkan dengan berbagai cara. Tak jarang mereka mengungkapkan emosinya dengan cara membanting mainannya, atau berteriak-teriak sambil menangis di tengah keramaian.

Temper tantrum bisa bermacam-macam bentuk, mulai dari merengek, menangis, berteriak-teriak, menendang, memukul atau menahan napas. Pada umumnya sama saja pada anak lelaki atau perempuan dan biasanya terjadi pada anak usia satu sampai tiga tahun. Beberapa anak mungkin sering mengalami tantrum, ada pula yang hanya beberapa kali atau jarang. Walaupun cara mengekspresikan emosi tersebut berbeda, namun inti dari emosi adalah keinginan untuk melepaskan rasa yang dirasakan.
Bisa saja emosi karena terharu atau emosi karena marah. Emosi karena marah inilah yang lebih banyak dirasakan anak-anak, dan satu-satunya cara yang diketahui oleh anak-anak khususnya balita untuk melampiaskan emosi itu adalah dengan menangis, mengamuk atau marah-marah sambil melemparkan mainannya. Itu membuat banyak para orangtua bingung bagaimana harus membantu anak-anak mereka menghadapi hal seperti itu.

Orang tua dapat mengurangi emosi yang dirasakan anak- anak dan mengajarkan mereka untuk mengatasi situasi yang membuat mereka emosi. "Katakan kepada anak-anak, bahwa emosi dan marah itu boleh saja dan bagian alami dari kehidupan. Namun melampiaskannya dengan cara yang tepat akan memberikan ketenangan," kata Psikolog Anak Alumni Universitas Indonesia (UI), Dr Gunawan Hidayat.
Lebih lanjut ditambahkannya, katakan juga pada anak-anak bahwa emosi hanya akan menjadi berbahaya ketika dilampiaskan dengan sebuah amukan.

Saat paling sering membuat anak-anak berada dalam ledakan emosi yang sering menjadi pencetusnya adalah, emosi ketika seorang adik bayi baru datang, perpindahan keluarga, sebuah perceraian atau pernikahan kembali dari orangtuanya atau ketika keluarga dalam tekanan hal keuangan.
Anak-anak yang terlalu emosi dan tidak bisa mengendalikannya juga bisa menjadi gangguan. Orang tua perlu mengenali tanda-tanda dari emosi yang berlebihan sehingga bisa mendapatkan bantuan untuk anak. Mencari bantuan mungkin semudah membicarakan akan situasinya kepada seorang teman, anggota keluarga atau kepala sekolah. Seseorang yang tidak asing dengan situasi keluarga kita mungkin dapat memberikan beberapa jalan keluar, nasehat yang berguna. Bila situasinya ekstrem, orang tua mungkin perlu untuk membicarakan dengan dokter keluarga, ahli-ahli jiwa atau bimbingan konseling sekolah, atau orang-orang profesional di bidang ini. Kebutuhan anak-anak pra-sekolah adalah mendapatkan rasa cinta, ketentraman hati dan dukungan. Mereka mempunyai sedikit penguasaan dalam kehidupan mereka sendiri dan terlalu muda untuk menggunakan kemampuan memecahkan masalah dengan baik pada situasi-situasi tertentu.

Tanda-tanda bahwa anak pra sekolah mengalami tekanan mental atau emosi yang melebihi kekuatannya adalah, lebih lekas marah, mengalami teror malam atau mimpi buruk, lebih sering bertingkah laku kasar, menjadi lebih keras kepala atau menuntut atau bahkan menangis lebih sering dari biasanya.
Yang bisa dilakukan oleh orang tua adalah, bantulah anak untuk mengerti situasi. Jelaskan apa yang akan terjadi dengan cara yang mudah dimengerti dan bahasa yang menenangkan hati. Berikanlah keberanian pada anak untuk membicarakan ketakutannya. Kurangilah tekanannya dengan menawarkan pengertian, dukungan dan banyak kasih sayang. Ketika upaya mengendalikan emosi anak tidak berhasil dalam segala usaha untuk membantu anak adalah, jangan ragu untuk meminta nasehat. "Jangan sungkan untuk menceritakan masalah yang dihadapi anak kepada psikolog anak. Mintalah nasehat ahlinya ketika emosi anak tidak bisa lagi dikendalikan," kata psikolog berkulit sawo matang tersebut.

(http://www.banjarmasinpost.co.id)

Tidak ada komentar: